Umumnya di kampung, kota dan lain-lain; pengikut Agama walaupun berbeda Agamanya
yang dituju terlebih dahulu terhadap ilmu, yang dituju terlebih dahulu pasti
sempurnanya kematian, maksudnya umpama mempunyai niat ingin mencoba merasakan
kematian, merasakan bagaimana mati itu. Perkataan dalam Wirid; hidup yang menyebutkan
sekali, itu sebenarnya bekal ilmunya Allah SWT, itu disebut kenyataan (kasunyatan
– Jawa) itu tidak dusta dan bisa dibuktikan. Bahasa Arab ilmu Haq, artinya
nyata. Jadi kebisaaan jawa ilmu Kasunyatan atau nyata. Di pedesaan murid-murid
disumpah (diwejang – jawa) bisa juga ditakut-takuti, umpama kalau kamu
melanggar maka perutmu pecah. Bagi orang-orang yang disedikitpun belum mencapai
Tarikat, benar salahnya terdapat pada perbuatan, walaupun pintar atau bodoh,
karena murid itu mengerjakan karena rasa takut, jadi keadaan masyarakat menjadi
tentram. Murid satu perguruan dan lain perguruan saling tidak sepaham dan sering
kali berdebat soal pendapat, menyebabkan pecah dan simpang siur mencari kebenaran
sendiri-sendiri, perkara ilmu yang belum pasti benarnya.
Keterangan diatas untuk contoh jangan sampai tersebarnya kebatinan (ilmu Qalbu)
di tengah masyarakat berlarut-larut terus menjadikan orang panatik, artinya
patuh terhadap ajaran gurunya, yang tujuannya bisa salah arah tujuan semula,
menyembah selain Allah, lalu harus bersujud kepada Allah serta memohon petunjuk
Allah supaya diberi petunjuk (dibukakan hatinya).
Allah berfirman, Al-Qur’an surat Al-Israa : 72
“Dan barangsiapa yang buta (hatinya) di dunia ini, niscaya di akhirat
(nanti) ia akan lebih buta (pula) dan lebih tersesat dari jalan (yang benar)”
Mengingat Firman Allah itu lalu timbul pertanyaan; “Apa sudah benar pelajaran
guru itu” lihat surat Al-Israa diatas, siapa yang tanggung jawab didunia
dan akhirat, kalau ilmu gurunya itu salah. Terbukanya ilmu itu mesti bergaul,
bertanya, membaca buku-buku tentang ketuhanan.
Kita sendiri yang teliti, yaitu akal / pikiran harus digunakan, yang penting
mau menjalankan, keterangan disini dan seterusnya, baru bisa jadi mendapatkan
ilham dari sifat-sifat Allah. Hasilnya menjalankan dan membersihkan diri, lalu
mendapat keterangan yang sejujur-jujurnya (selurus-lurusnya).
Sekarang mengenai belajar ilmu, yang penting si Guru harus waspada memilih,
karena banyak orang yang mengaku-ngaku karena peringatan (wulangreh –
jawa). Kalau berguru ilmu harus :
1. memililah manusia benar.
2. yang baik kelakuannya (terpandang).
3. Serta mengetahui hukum.
4. Yang beribadah dan mengetahui.
5. Kalau bisa orang yang sudah bertapa (menjalankan shalat Hakikat)
6. Yang sudah tekun.
7. Tidak mau mengharapkan orang lain.
8. Itu pantas kita jadikan Guru.
9. Sama-sama kita ketahui.
Nasehat di Wulangreh (syair jawa) :
1. Manusia yang jelas statusnya; bukan seperti gelandangan (Avonturer), bukan
tukang tipu, yang lupa janji, tetapi orang yang pantas dipercaya perkataannya.
2. Yang baik martabatnya, yang baik budi pekertinya.
3. Yang mengetahui hukum; orang yang telah mempelajari seluruh bidang hukum;
hukum pidana, hukum tata negara, hukum perdata dan hukum agama yang penting.
4. Yang beribadah (tawaduk – Arab) dan orang yang taat kepada peraturan
agama Islam, Kristen, Budha dan lain-lain, Wirangi artinya orang yang segala
tindak tanduknya (perbuatannya) tidak sembarangan.
5. Orang yang bertapa; orang yang bisa mengendalikan hawa nafsunya.
6. Orang yang tekun; orang yang tidak mau menjadi beban orang lain.
7. Tidak mau pemberian orang lain; artinya tidak mau jasa orang (sepi pamrih
– jawa), tidak mau di puji (takabur).
8. pantas di Gurui; untuk simurid harus memilih terhadap siapa yang pantas digurui,
yang memenuhi syarat-syarat seperti diatas.
9. Harus kamu ketahui, itu peringatan bagi simurid harus banyak pengalaman walaupun
tidak pandai, harus menerima dan mempunyai perasaan, karena sebagai murid harus
mempunyai rasa malu walaupun tidak memberi, umpamanya karena siguru tidak pernah
meminta, lalu kita diamkan, itu salah seorang mempunyai perasaan pasti malu
jika tidak memberi imbalan kepada gurunya. Orang salah sangka dengan umum walaupun
siguru masih muda dan tidak mempunyai tempat, orang yang terbuka pikiran itu
tidak perduli muda atau tua, banyak yang sudah tua tetapi kosong tidak berilmu,
tetapi dizaman sekarang banyak pemuda yang mempunyai satu perguruan (membentuk
suatu perguruan). Tuhan (Allah) membuka hatinya menurut kehendaknya, seperti
dalil Al-Qur’an surat Yusuf : 22 ;
“Dan tatkala dia cukup dewasa[749] Kami berikan kepadanya hikmah dan ilmu.
Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.”
[749]. Nabi Yusuf mencapai umur antara 30 - 40 tahun.
Kata dewasa (ahqil baliq) terhadap siapa saja yang sudah dewasa, pikirannya
sudah dewasa, buktinya begini; sang Sidarta adalah putra mahkota kaya dan pandai,
ia putra Raja dipegunungan Himalaya, Raja Shudadana, lahirnya Sidarta lalu ibunya
meninggal dunia, pada umur 29 tahun (muda belia) lalu ia bertapa memohon kepada
Yang Maha Benar, sesudah terbuka pikirannya lalu menjadi Budha, pelajarannya
sampai sekarang masih hebat dan benar. Dan lagi tentang Nabi Isa as. (Yesus
Kristus) putra Mariyam, siapa saja langsung heran kepada Nabi Isa as. pada waktu
lahir Nabi Isa umur 3 (tiga) hari langsung bisa bicara dan berdiri sebagai Nabi
utusan Tuhan, ingat baru umur tiga hari belum dewasa sangat muda. Terakhir Nabi
Muhammad SAW itu menjadi pengembala kambing (domba) ikut pamannya semasa Nabi
Muhammad umur 30 tahun, didorong oleh kemauan sendiri lalu Nabi Muhammad bertapa
di gua Hira mengendalikan semua kemauannya (nafsu) mencari Dat yang benar (Allah),
langsung menjadi Rasul (utusan) sampai menjadi penegak Islam. Allah membuka
pikiran para orang mencari kebenaran, ternyara orang-orang yang masih muda-muda
sesudahnya memilih (membedakan) yang benar dan salah, berdasarkan dalil (firman
Allah) atau tidak, artinya Dalil pedoman, tanpa Dalil (unik seperti tahayul).
Jadi orang yang ingin menjadi guru harus memakai 4 landasan yaitu :
1. Dalil itu Firman-firman Allah di kitab suci Al-Qur’anul Karim. Sampai
sekarang dicetak supaya tidak berubah isinya, hanya Al-Qur’an sendiri,
artinya begini; Qur’an itu bahasa Arab, ayatnya 6666 dan sudah disalin
beratus bahasa, siapa saja mau merubah isinya atau ditambah tulisan lain tentu
ketahuan, karena asli bahasa Arab masih utuh.
2. Hadist itu pendapat/perbuatan Nabi Muhammad yang benar semua, pengetahuan
yang tidak ada terdapat di Al-Qur’an, Hadist suci itu disebut Hadist Syahih,
Bukhari, Muslim, Hadist selainnya, Hadist lainnya kurang dipercaya, membacaya
harus dicocokan dengan angka-angkanya, apalagi Al-Qur’an harus dicocokkan
dengan Jus, Ayat-ayat dan Surat-surat, apalagi sekarang banyak Hadist dan Al-Qur’an
berbahasa Jawa.
3. Ijemak, yaitu pendapatnya para Ulama agung pada zaman Nabi Muhammad atau
pendapatnya para sahabat empat yang akrab dengan Nabi Muhammad, yang teliti
(cerdik), yang tidak berdasarkan Mahsab (pendapat orang yang bisa diubah-ubah).
Sedang Ijemak itu dasarnya ulur tarik menurut akal pikiran, jadi Ijemak itu
pendapat dimasa zaman terdahulu yang disetujui para Ulama lebih dari 5 (lima
orang ulama).
4. Qiyas, yaitu pendapat berdasarkan akal/pikiran, artinya keterangannya tidak
berdasarkan Al-Qur’an atau Hadist, tetapi menurut akal/pikiran saja. Intisari
semua keterangan ilmu itu apa keluar dari dalil atau hanya asal bicara saja,
sebab itu harus diteliti (koreksi) berdasarkan akal/pikiran, bisa diterima atau
tidak (umpama bisa) pokok utama iman, umpama tidak berarti masih sangsi-sangsi
kalau sangsi-sangsi itu tidak mengenakan pikiran berarti haram atau batil. Siapa
saja bisa mempelajari kenyataan sifat Allah, menjalani (melaksanakan) pasti
tidak susah, memang sudah dikerjakan, umpama kurang semangatnya, tujuan hati
untuk mencari ilmu Allah pasti tidak tercapai.
Untuk menjadi guru itu; tua, muda bukan pekerjaan yang main-main, karena murid
zaman sekarang pikirannya sudah maju, akalnya banyak dan tidak bisa menerima
begitu saja tetapi hanya mendengarkan saja, apa yang kuranng dipahami (susah)
atau kurang diterima oleh akal pasti akan ditanyakan, umpama mengenai wejangan
(nasihat) seperti dibawah ini :
“Sebenarnya tidak ada apa-apa yang dulu selain Adam”, artinya Adam
itu kosong (suwung – jawa), manusia asal dari Adam tadi, itu sebabnya
manusia berdiri sendiri (hidup sendiri) sebelum Allah dan Malaikat ada, adanya
Allah itu dari manusia, artinya adanya Allah dari manusia karena manusia yang
mengatakan, jadi wajib disimpan seperti menyimpan nyawa sendiri. Sebenarnya
umat dan Allah artinya satu tidak pisah (bersatu), jadi dimana saja manusia
berada pasti Allah tetap menyertainya, tidak ada manusia tidak ada Allah. Pelajaran
yang disebut diatas tadi sebenarnya kurang dapat dicerna (diterima oleh murid),
jadi timbul banyak pertanyaan. Menjadi guru selalu marah sebab gurunya sendiri
tidak bisa menerangkan, karena siguru dapatnya hanya menerima begitu saja, jadi
siguru belum pintar (mempunyai ilmu) hanya menunjukan kepanatikannya. Jadi bila
ada guru yang begitu tadi bisa menjadi salah arah pada muridnya (masyarakat
umum).
Disebutkan dalam kitab Al-Qur’an bahwa Adam itu satu-satunya Nabi, orang
yang sudah dikehendaki Allah mempunyai sifat-sifat 4 perkara :
1. Sidik, yaitu jujur atau tidak dusta
2. Amanah, yaitu bisa dipercaya atau tidak khianat.
3. Tablik, yaitu menyampaikan perintah Allah, sifat mokalnya Kitam
4. Pathanah, yaitu bijaksana atau tidak bertindak bodoh.
Sifat wenang (kuasa) hanya Cuma satu yaitu yang disebut Aral Bashri, artinya
yang tidak cacat (membuat cacat kerasulannya).
Seperti itu sifatnya Nabi yang dikehendaki oleh Allah. Beda dengan orang bisaa,
orang bisaa kebanyakan hanya memakai sifat mokalnya (sebaliknya), maka dengan
itu Nabi itu salah satu penuntun yang bisa menerangkan bahwa Adam itu yang disebut
kosong (Suwung – jawa).
Dikitab Al-Qur’an surat Al-An’aam : 98 ;
“Dan Dialah yang menciptakan kamu dari seorang diri, maka (bagimu) ada tempat tetap dan tempat simpanan. Sesungguhnya telah Kami jelaskan tanda-tanda kebesaran Kami kepada orang-orang yang mengetahui”
Kata-kata Seorang diri yang diatas mengandung arti jasmani, tubuh orang. Jadi
kesimpulan dari arti itu bahwa asal dari Rahim ibu, lalu ada Qur’an yang
menyebutkan Adam Nabi yang terdahulu umat yang mulia di Surga. Umpama dibalikan
kepelajaran guru yang disebut diatas, Adam diartikan Suwung (kosong), menjadi
asal usul manusia, apa tidak salah umpama diartikan orang, karena seorang diri
(jasmani) masih memasang dasar asalnya dari orang. Jadi jika ada yang mengartikan
(Qiyasan) asalnya dari yang kosong (suwung-jawa) itu tidak masuk akal, karena
semua asalnya orang dari rahim sang ibu, oleh karena itu Adam itu asalnya dari
orang.
Jadi Qiyasan (pendapat) kata kosong (suwung) tadi terhadap Wedaran Wirid (buku
ini) keterangannya begini; semua isi jagat raya (alam dan makhluk) asal dari
Hakikatnya DAT yang wajib adanya Allah SWT dan mereka yang menciptakan yang
disebut Allah, artinya yang kita sembah tetapi tidak nampak. Karena tidak nampak
jadi disebut kosong (suwung). Selanjutnya mengartikan kata ADAM, walaupun dikatakan
kosong, kenyataan bisa menciptakan jagat raya seisinya, jadi yang berasal dari
Dat dikatakan kosong tidak hanya manusia saja tetapi seluruh isi alam ini; malaikat,
setan dan jin, semua berasal dari Dat Allah (kosong/suwung-jawa), maka terhadap
manusia dari tidak ada (kosong), bayi lahir dari ibunya tidak tahu apa-apa.
Kata lahir tidak tahu apa-apa itu alamnya bayi sewaktu keluar dari rahim ibu
tidak tahu apa-apa, lahir dirumah, di rumah sakit atau di hutan, toh tidak tahu
apa-apa (kosong), kenapa kalau memang kosong manusia bisa lahir sendiri, kenapa
tidak mau mengakui kalau asalnya dari tidak ada (kosong)?, kenapa hanya ikut
saja yang dikatakan Qodrat dan Irodat. Salahnya penngetahuan (pengertian) tentang
kosong tadi disebabkan kurangnya penerangan atau memang tidak tahu sama sekali
(bodoh).
• Menerangkan bahwa ADAM itu namanya Nabi/Rasul menurut agama Islam dalam
Al-Qur’an ADAm itu nabi yang diusir dari Surga ke dunia bersama istrinya
Siti Hawa, kata ADAM itu berasal dari bahasa Ibrani, yang artinya orang laki-laki.
Di Al-Qur’an tidak menerangkan bahwa Hawa itu asal dari tulang rusuk Adam.
Pendapat itu sebenarnya Adam itu orang yang bergerak dari orang.
• ADAM itu kosong (suwung-jawa), artinya manusia berdiri sendiri sebelum
Allah dan Malaikat ada itu tidak benar, yang benar kosong itu sebenarnya adanya
DAT yang satu adanya, tidak nampak tetapi ada, artinya ada tetapi tidak bisa
diraba atau tidak bisa dijangkau oleh manusia, sebab sifatnya layu kayafu, sama
dengan tidak ada tetapi bisa menciptakan seluruh Jagat Raya dengan kekuasaannya
(Qodrat).
Kata ADAM (kosong) itu sendiri sewaktu diutus hidup didunia sebenarnya memberi
pengertian terhadap keterangan itu mudah jika sudah mempunyai pegangan (keyakinan).
Dan bagi yang tahu sedikit-sedikit ilmu dalam menerima pelajaran dan dihati
harus bisa membandingkan dengan apa sudah kita dengar dan menjadi tekadnya.
Bisa menambah terang, umpama dibandingkan dengan ilmu lain (gebengan-jawa).
Oleh karena ilmu itu bukan dapat dari sendiri tetapi dari tanah jawa, maka perguruan
lebih baik para muridnya diberi kemudahan untuk bertanya, jangan terikat dengan
peraturan yang melarang para murid menyamakan ilmu/pendapat orang lain. Maka
dari itu ilmunya, Allah itu bisa diketahui hanya melalui manusia yang tujuannya
hanya satu (benar). Ditanah jawa ilmu itu yang seperti bertingkat. Kata ilmu
itu bahasa Arab, dalam bahasa jawa yaitu kaweruh.
Menurut Prof. Dr. Hazairin, ilmu itui tingkatnya hanya nampak (melihat); Si
A pernah melihat Radio tetapi belum pernah menghidupkan apalagi memperbaiki,
berarti si A belum mempunyai ilmu hanya melihat (buta ilmu). si B pernah melihat
Radio, bisa menghidupkan dan bisa memperbaiki kerusakannya, berarti si B mempunyai
ilmu dan mengetahui rahasia-rahasia Radio tersebut.
*******